Tato atau seni rajah tubuh merupakan budaya yang cukup populer di masyarakat bahkan dunia. Mentawai adalah salah satu suku pelestari budaya tato atau akrab dipanggil titik. ‘Titik’ khas Mentawai umumnya diawali oleh garis dan diakhiri oleh titik. Hal ini pula yang menyebabkan banyaknya klaim yang menyebutkan bahwa titik  ini merupakan seni rajah tertua di dunia. Titik sendiri merupakan tato khas Mentawai yang menggunakan metode tradisional dalam pembuatan motifnya.

Dalam proses pembuatannya menggunakan alat yang bernama Lilippat (pemukul) dan Patitik (tempat mengaitkan jarum). Untuk bahan tinta yang digunakan dalam menato merupakan kerak asap dari lampu minyak yang dikumpulkan menggunakan tempurung kelapa sebagai penutup, kemudian dikumpulkan, dihaluskan, kemudian dicampur dengan air tebu. Proses menato khas mentawai terbilang cukup unik, dimana sipatitik (orang yang menato) akan menggunakan patitik di tangan kiri dan lilipat di tangan kanan kemudian dipukul-pukulkan secara lembut hingga mengenai kulit dengan posisi orang yang ditato dalam posisi terlentang.

Namun seiring perkembangan zaman, Martin Depores, salah satu sipatitik muda mengatakan bahwa kini masyarakat mentawai melestarikan budaya titik dengan peralatan yang steril dan higienis. Penggunaan bahan tinta titi saat ini mulai menggunakan tinta cina serta jarum yang steril, serta dalam pelaksanaannya sipatitik juga akan menggunakan sarung tangan latex yang steril agar dalam prosesnya tidak terjadi infeksi atau efek kontaminasi lanjutan pada kulit. 

Terdapat beberapa motif tato khas suku Mentawai yang umumnya dicerminkan kepada kondisi alam dan lingkungan di sekitarnya. Beberapa motif dari tato tradisional khas mentawai diantaranya adalah motif sulu (matahari) yang berada di bahu kanan dan kiri, rou rou dan litek (Batang dan tali panah tradisional mentawai) yang umumnya ada di bagian badan depan, labi (duri pohon rotan), bujuk (lantai horizontal pada rumah tradisional mentawai), kakabli (kail pancing), balatu (belati/ pedang), serepak abak (Sayap sampan), alei sot (teman gigi), dere gougouk (ceker ayam).

Martin depores juga berharap bahwa seni ‘titi’ atau tato khas mentawai ini dapat terus ada dari generasi ke generasi dan harapannya para pemuda Mentawai tetap mau melestarikannya sesuai dengan perkembangan era dan zaman.